Sehat Mental dengan Bertawakal (1)
Pernahkah Anda mengalami kesulitan hidup? Saya kira, pasti pernah, bahkan mungkin sering, meski tingkatannya tentu berbeda-beda. Tak mungkin ada orang hidup tanpa mengalami kesulitan. Sejak anak lahir, dia akan belajar merangkak, berjalan, dan sebagainya, dengan menemui berbagai kesulitan.
Kesulitan hidup, bagi manusia adalah sebuah ketentuan Allah. Ia akan ada seiring dengan kehidupan manusia itu sendiri. Tak akan ada satu orang pun yang bisa luput dari kesulitan.
Allah berfirman, “Laqad khalaqnal insaana fii kabad,” artinya, “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah (kesulitan).” (QS Al-Balad: 4).
Meski hidup dipenuhi kesulitan, jangan terlalu khawatir. Kesulitan itu, bagi orang-orang beriman adalah sebuah ujian. Karena ujian, tentu semua akan mengalaminya. Akan tetapi, dengan ujian tersebut, maka akan terlihat bahwa orang tersebut benar-benar beriman ataukah tidak.
Allah berfirman, “Ahasibannaasu an-yutrakuu an-yaquuluu aamannaa wahum laa yuftanuun.” Artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabuut: 2).
Dengan demikian, sudah sangat jelas, bahwa ujian berupa kesulitan hidup, adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari pada setiap manusia. Kesulitan tersebut, akan membuat seseorang meningkat kualitasnya. Jika setiap seseorang berhasil menyelesaikan sebuah kesulitan yang kecil, maka Allah akan memberikan kesulitan dengan tingkat yang lebih.
Persis seperti seseorang yang bersekolah mulai dari jenjang TK, SD hingga sarjana—bahkan pasca sarjana, yang tingkat ujiannya tentu tidak akan sama.
Makna Tawakal
Bagaimana menghadapi ujian? Ada beragam sikap. Ada yang frustasi, bersedih hati, bahkan mengambil sikap ekstrim seperti bunuh diri. Ada yang melarikan diri kepada hal-hal maksiat, seperti mabuk-mabukan, mengonsumsi narkoba, dan sebagainya.
Sikap seorang mukmin ketika menghadapi ujian adalah bertawakal. Secara bahasa, tawakal berasal dari kata wakalah yang artinya mewakilkan, atau menyerahkan diri. Sedangkan secara istilah, tawakal berarti: berserah dirinya seorang hamba kepada Allah dalam setiap urusan.
Jadi, ketika kita mendapatkan ujian, maka sebisa mungkin kita pasrahkan semua kepada Allah SWT. Tapi, tentunya diimbangi dengan ikhtiar untuk sebisa mungkin menghindari atau mengatasi permasalahan yang muncul bersama ujian-ujian tersebut. Misal, ujiannya adalah bisnis yang gagal. Tentunya kita berusaha untuk mencari sebab-sebabnya, dan mencoba mengatasinya dengan langkah nyata. Nah, setelah ikhtiar purna, maka kita perlu bertawakal.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, bahwa kalimat yang diucapkan oleh Ibrahim AS ketika dilempar ke dalam api oleh Namrudz, serta yang diucapkan Nabi Muhammad SAW ketika diprovokasi agar takut kepada orang kafir adalah: “Hazbunallaahu wa ni’mal wakiil”, Allahlah yang mencukupi kami dan sebaik-baik tempat kami berserah diri (tawakkal). [YMS].
Bersambung ke BAGIAN DUA.
Posting Komentar untuk "Sehat Mental dengan Bertawakal (1)"